Integrasi Nasional

Minggu, 24 Mei 2009 - 19:31:28 WIB
INTEGRASI NASIONAL
Kategori: Peristiwa - Dibaca: 8191 kali

Oleh : Susilo Bambang Yudhoyono

Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) nasional agaknya berangkat dari kondisi di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian. Gelombang reformasi telah menimbulkan berbagai kecederungan dan realitas baru, seperti dihujat dan dibongkarnya format politik Orde Baru, munculnya aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai politik baru, lahirnya tuntutan daerah di luar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka sendiri, serta terjadinya konflik dan benturan antara etnik dengan segala permasalahannya. Saat negeri ini belum bisa mengatasi krisis nasional yang masih berlangsung, terutama krisis ekonomi, fenomena politik dewasa ini telah benar-benar meningkatkan derajat kekhawatiran atas kukuhnya integrasi nasional kita.


Membangun dan mempertahankan integrasi nasional adalah agenda yang belum terselesaikan. Untuk melakukannya diperlukan konsistensi, kesungguhan, dan sekaligus kesabaran. Agar upaya pembinaan itu efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat. Framework yang hendak kita bangun dalam upoaya memperkukuh integrasi nasional paling tidak menyangkut lima faktor penting.

Pertama, membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumaph Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia.

Kedua, menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan �The minority has its say, the majority has its way� harus kita pahami secara arif dan kontekstual.

Ketiga, membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa. Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata itu kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk (conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan konflik.

Keempat, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minorotas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.

Kelima, upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu �bermimpi� tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional.





Catatan :
Judul asli tuliisan ini mencegah disintegrasi nasional, yang ditulis tahun 1998. ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Kasospol ABRI.

0 komentar:

Copyright © 2012 Catatan Kang Yayan.